Senin, 20 Maret 2017


Konferensi Meja Bundar

Sebagai tindak lanjut dari hasil Perundingan Roem-Royen (tanggal 7 Mei 1949) dan hasil Konferensi Inter-Indonesia (tanggal 19 Juli 1949), pada tanggal 23 Agustus 1949 diadakanlah Konferensi Meja Bundar di Den Haag, Belanda.

Kamu tentu ingat, bahwa dalam Konferensi Inter-Indonesia pihak Republik Indonesia dan BFO telah tercapai kesepakatan tentang utusan yang akan dikirim dalam KMB. Nah, pada tanggal 4 Agustus 1949 pemerintah Republik Indonesia menetapkan delegasinya.

Para diplomat Republik Indonesia itu diketuai Drs. Moh. Hatta dengan anggota-anggota Mr. Moh. Roem, Prof. Dr. Mr. Soepomo, dr. J. Leimena, Mr. Ali Sastroamidjojo, Ir. Djuanda, Dr. Soekiman, Mr. Soeyono Hadinoto, Dr. Soemitro Djojohadikusumo, Mr. Abdul Karim Pringgodigdo, Kolonel T.B. Simatupang, dan Mr. Soemardi.

Delegasi Belanda dipimpin oleh Mr. van Maarseveen, delegasi BFO diketuai Sultan Hamid II, sementara itu UNCI diwakili Chritchley.

Ketiga pihak yang terlibat sengketa itu mempunyai agenda sendirisendiri. Belanda mengagendakan ”penyerahan” kedaulatan yang dipercepat, penarikan pasukan-pasukan Belanda secepatnya, dan pengembalian pemerintah Republik Indonesia ke Yogyakarta.

Indonesia mensyaratkan bahwa pengembalian kekuasaan Republik Indonesia sebagai syarat mutlak untuk memulai perundingan, serta adanya jaminan bahwa kedudukan dan kewajiban komisi PBB untuk Indonesia dalam melaksanakan resolusi PBB tidak akan terganggu.

Sementara itu, PBB berpendirian agar pemerintah Republik Indonesia dikembalikan ke Yogyakarta, komisi PBB untuk Indonesia agar membantu melaksanakan resolusi serta Republik Indonesia memerintahkan gencatan senjata.

Baca juga: Peran Dunia Internasional dalam Penyelesaian Konflik Indonesia - Belanda

Tidak ada komentar:

Posting Komentar