Sejarah Partai Politik pada Masa Revolusi Kemerdekaan (Periode Tahun 1945-1949)
Pengertian Partai Politik
Secara umum, partai politik dapat
didefinisikan sebagai suatu kelompok terorganisir yang anggota-anggotanya
mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini
ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik yang
biasanya dilakukan secara konstitusional untuk melaksanakan berbagai
program-programnya. Carl J Friedrich menuliskan pengertian partai politik
sebagai sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan
merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap pemerintahan bagi pimpinan
partainya dan berdasarkan penguasaan ini, memberikan kepada anggota partainya
kemanfaatan yang bersifat idiil serta materil. Giovanni Sartori secara lebih
jelas mendefinisikan partai politik sebagai suatu kelompok politik yang
mengikuti pemilihan umum, dan melalui pemilihan umum itu, mampu menempatkan
calon-calonnya untuk menduduki jabatan-jabatan publik[1]
Sehingga
dapat disimpulkan bahwa partai politik merupakan suatu kelompok tertentu yang
di dalamnya terdiri atas orang-orang dengan otientasi tertentu guna meraih
kekuasaan politik untuk menjalankan program-programnya. Partai politik
berangkat dari anggapan bahwa dengan membentuk wadah organisasi, mereka bisa
menyatukan orang-orang yang mempunyai pikiran serupa sehingga orientasi mereka
bisa dikonsolidasikan. Dengan begitu pengaruh mereka bisa lebih besar dalam
pembuatan dan pelaksanaan keputusan.
2. Proses Terbentuknya
Partai Politik pada Masa Revolusi Kemerdekaan
Kemerdekaan
Indonesia yang diproklamirkan pada 17 Agustus 1945 telah memulai babak baru
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Perjuangan bangsa Indonesia untuk mempertahankan
kemerdekaan dengan aksi fisik maupun diplomatik membawa dampak dan perkembangan
bangsa dalam kurun waktu 1945 hingga pengakuan kedaulatan di akhir tahun 1949,
yang merupakan kelahiran badan-badan aparatur negara sebagai bagian dari
cikal-bakal lahirnya partai politik di Inonesia.
Setelah Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad
Hatta dipilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden oleh Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 18 Agustus 1945 dan pada 22 Agustus 1945 PPKI
menetapkan Aturan Peralihan UUD 1945 selama UUD 1945 belum dapat dibentuk
secara sempurna. PPKI juga menetapkan berdirinya Komite Nasional Indonesia yang
kemudian dikembangkan menjadi Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang menjadi
pembantu Presiden sebelum MPR dan DPR didirikan. KNIP pun langsung memegang
peranan penting setelah terbentuk. Di mana keanggotaan KNIP diambil dari pemuka
masyarakat dari berbagai golongan dan daerah di seluruh Indonesia dan anggota
PPKI yang tidak diangkat menjadi menteri.
Di
tengah usaha membentuk badan-badan aparatur negara, timbul pula hasrat di
beberapa kalangan untuk mendobrak suasana politik otoriter dan represif yang
telah berjalan selama tiga setengah tahun pendudukan Jepang, ke arah kehidupan
yang demokratis yang terjadi dalam beberapa tahap, yaitu:
a.
Atas beberapa prakarsa politisi muda, diusahakan agar kedudukan KNIP yang
tadinya sebagai pembantu Presiden, menjadi suatu badan yang diberi kekuasaan
legislatif. Untuk itu, pada tanggal 16 Oktober 1945, Sidang Paripurna KNIP yang
diketuai Mr. Kasman Singodimejo dan dihadiri perwakilan pemerintah, ditetapkan
bahwa sebelum MPR dan DPR terbentuk, KNIP diberi kewenangan legislatif dan
wewenang untuk turut menatapkan Garis-garus Besar Haluan Negara serta kebijakan
agar dibentuk Badan Pekerja yang terdiri atas sejumlah anggota KNIP sebagai
pelaksana tugas KNIP terkait situasi yang mendesak saat itu. Keputusan tersebut
dituangkan dalam Maklumat No. X tanggal 16 Oktober 1945 yang ditandatangani Wakil
Presiden Mohammad Hatta.
b.
Pemerintah menerima usulan Badan Pekerja KNIP agar dibukanya kesempatan untuk
mendirikan partai-partai politik untuk mengikuti Pemilihan Umum yang rencananya
akan digelar pada Januari 1946. Ketetapan tersebut dituangkan dalam Maklumat
Pemerintah tanggal 3 November 1945 yang menegaskan kembali bahwa pembentukan
partai politik tersebut adalah untuk memperkuat perjuangan mempertahankan
kemerdekaan dan menjamin keamanan masyarakat. Isi maklumat tersebut adalah:
“Pemerintah menyukai timbulnya
partai-partai politik karena dengan adanya partai-partai itulah dapat dipimpin
ke jalan yang teratur segala aliran paham yang ada dalam masyarakat. Diharapkan
bahwa partai-partai telah tersusun sebelum pemilihan umum pada bulan Januari
1946”
Pengumuman
ini lalu disambut gembira oleh masyarakat karena selama 3,5 tahun penjajahan
Jepang, setiap kegiatan politik adalah terlarang. Berkaitan dengan pelaksanaan
Pemilu yang rencananya akan digelar pada bulan Januari tahun 1946, maka rencana
tersebut terpaksa ditunda karena kondisi dalam negeri yang tidak memungkinkan
karena serangan sekutu yang ingin kembali melakukan penjajahan di Indonesia.
c.
Presiden Soekarno pada tanggal 14 November 1945 menyetujui usul Badan Pekerja
KNIP agar para menteri bertanggungjawab kepada KNIP yang telah diberi kekuasaan
legislatif lewat Maklumat Pemerintah, yang selanjutnya disetujui oleh KNIP
dalam sidang yang digelar pada 25-27 November 1945. Maklumat tersebut memulai
era Demokrasi Parlementer di Indonesia, di mana jabatan kepala negara
(presiden) dipisahkan dari jabatan kepala pemerintahan (perdana menteri).
Presiden Soekarno memilih Sutan Sjahrir sebagai Perdana Menteri yang pertama
pada Kabinet Parlementer.
3. Partai Politik pada Masa Revolusi
Kemerdekaan di Indonesia
Awalnya,
Presiden Soekarno menginginkan adanya partai tunggal guna melaksanakan
pembangunan yang disebutnya sebagai “motor perjuangan rakyat”. Dalam pidatonya
seperti yang dimuat di Merdeka, pada 25 Agustus 1945, Presiden Soekarno
menginginkan partai itu adalah Partai Nasional Indonesia. Namun, seiring
masifnya proses pembentukan KNIP di daerah-daerah, maka pembentukan PNI untuk
sementara ditunda.
Pasca dikeluarkannya Maklumat Pemerintah
pada tanggal 3 November 1945, partai politik mulai banyak dibentuk. Sejumlah
partai politik yang telah ada sejak era Pergerakan Nasional, tumbuh dengan
kemasan yang baru. Partai-partai tersebut telah memiliki massa dan basis
pendukungnya sendiri-sendiri. Di antaranya adalah
No.
|
Nama Partai Politik
|
Waktu Berdiri
|
1
|
Partai
Majelis Islam Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi)
|
7
November 1945
|
2
|
Partai
Nasional Indonesia (PNI)
|
Januari
1946
|
3
|
Partai
Komunis Indonesia (PKI)
|
Januari
1947
|
4
|
Partai
Sosialis Indonesia (PSI)
|
Maret
1947
|
5
|
Partai
Kristen Indonesia (Parkindo)
|
April
1947
|
6
|
Partai
Murba
|
November
1948
|
7
|
Partai
Katholik
|
Desember
1949
|
Dari
partai-partai di atas, Masyumi dan PNI tumbuh sebagai dua kekuatan yang
seimbang. Hal ini berkaitan dengan Masyumi merupakan satu-satunya partai yang
pada masa pendudukan Jepang masih diizinkan untuk berkegiatan sosial sehingga
menarik minat masyarakat. Mereka memanfaatkan hal tersebut untuk berkegiatan
secara efektif yang tidak terlepas dari bergabungnya dua organisasi massa Islam
besar, yaitu Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama. Sedangkan PNI mendapatkan
kekuatan dari partai-partai lama yang bergabung di antaranya Partindo dan
Gerindo.
Golongan
sosialis dalam perkembangannya di masa revolusi kemerdekaan pecah menjadi dua,
yaitu Partai Sosialis Indonesia yang diketuai Sjahrir dan Partai Sosialis yang
diketuai Amir Sjarifuddin. Perpecahan ini karena Amir yang lebih condong ke
sikap radikal sedangkan Sjahrir berpegang pada ideologoi demokrat-sosial yang
moderat.
Era
revolusi kemerdekaan juga adalah masa titik balik bagi Partai Komunis Indonesia
yang mengalami kemunduran setelah pemberontakan di Madiun pada 1948. Bisa
dikatakan, mulai pada saat itu, konstelasi politik nasional hanya dikuasai oleh
Masyumi dan PNI yang peran mereka sangat tercermin dalam KNIP dan Badan
Pekerja-nya.
Di
masa-masa awal revolusi fisik, partai-partai politik memainkan fungsinya
sebagai pembuat-pembuat keputusan. Namun, wakil-wakil yang duduk dalam kabinet
tidak mampu menjaga stabilitas politik. Tidak adanya partai dengan mayoritas
yang jelas, menyebabkan pemerintah harus selalu berdasarkan koalisi antar
beberapa partai yang dengan mudah dijatuhkan satu sama lain oleh mosi tidak
percaya. Dalam masa itu pula, partai-partai memegang peranan penting berkaitan
dengan pengambilan keputusan seiring ancaman baik dari dalam maupun luar negeri
dalam revolusi fisik, semisal dalam Agresi Militer Belanda I dan II pada 1947
dan 1948 serta pemberontakan PKI pada 1948.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar